Ujungpandang, Tinggal Kenangan
Nama Ujungpandang sebagai sebuah icon di kawasan timur tidak
dapat dikesampingkan eksistensinya, karena nama Ujungpandang juga
mempunyai sejarah. Lebih kurang 40 tahun nama tersebut dipakai sebagai
simbol tepatnya dari tahun 1966-2000.
Nama Ujungpandang sendiri adalah nama sebuah kampung dalam wilayah
Kota Makassar. Bermula di dekat benteng Ujung Pandang sekarang ini,
membujurlah suatu tanjung yang ditumbuhi rumpun-rumpun pandan. Sekarang
Tanjung ini tidak ada lagi. Nama Ujung Pandang mulai dikenal pada masa
pemerintahan Raja Gowa ke-X, Tunipalangga yang pada tahun 1545
mendirikan benteng Ujung Pandang sebagai kelengkapan benteng-benteng
kerajaan Gowa yang sudah ada sebelumnya, antara lain Barombong, Somba
Opu, Panakukang dan benteng-benteng kecil lainnya.
Setelah bagian luar benteng selesai, didirikanlah bangunan khas Gowa
didalamnya yang terbuat dari kayu. Sementara di sekitar benteng
terbentuk kampung yang semakin lama semakin ramai. Disanalah kampung
Jourpandan (Juppandang). Sedangkan Benteng dijadikan sebagai kota kecil
di tepi pantai Losari.
Beberapa tahun kemudian benteng Ujung Pandang jatuh ke tangan
Belanda, usai perang Makassar, dengan disetujuinya i Perjanjian Bungaya
tahun 1667, benteng itu diserahkan. Kemudian Speelmen merubah namanya
menjadi Fort Rotterdam. Bangunan-bangunan bermotif Gowa di Fort
Rotterdam perlahan-lahan diganti dengan bangunan gaya barat seperti yang
dapat kita saksikan sekarang.
Ihwal nama Kota Makassar berubah menjadi Ujung Pandang terjadi pada
tanggal 31 Agustus 1971, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun
1971. tatkala itu Kota Makassar dimekarkan dari 21 kilometer persegi
menjadi 115,87 Kilometer persegi, terdiri dari 11 wilayah kecamatan dan
62 lingkungan dengan penduduk sekitar 700 ribu jiwa. Pemekaran ini
mengadopsi sebagian dari wilayah tiga kabupaten yakni Kabupaten Maros,
Gowa dan Pangkajene Kepulauan. Sebagai “kompensasinya” nama Makassar
diubah menjadi Ujung Pandang.
Tentang kejadian bersejarah tersebut, Walikota Makassar H.M.Daeng
Patompo (alm) berkilah “terpaksa” menyetujui perubahan, demi perluasan
wilayah kota. Sebab Bupati Gowa Kolonel K.S. Mas’ud dan Bupati Maros
Kolonel H.M. Kasim DM menentang keras pemekaran tersebut. Untunglah
pertentangan itu dapat diredam setelah Pangkowilhan III Letjen TNI Kemal
Idris menjadi penengah, Walhasil Kedua Bupati daerah tersebut, mau
menyerahkan sebagian wilayahnya asalkan nama Makassar diganti.
Sejak awal proses perubahan nama Makassar menjadi Ujung Pandang,
telah mendapat protes dari kalangan masyarakat. Tertama kalangan
budayawan, seniman, sejarawan, pemerhati hukum dan pebisinis. Bahkan
ketika itu sempat didekalarasikan Petisi Makassar oleh Prof.Dr.Andi
Zainal Abidin Farid SH, Prof.Dr.Mattulada dan Drs.H.D.Mangemba, dari
deklarasi petisi Makassar inilah polemik tentang nama terus mengalir
dalam bentuk seminar, lokakarya dan sebagainya.
Beberapa seminar yang membahas tentang polemik penggantian nama Makassar antara lain:
- Seminar Makassar yang dilaksanakan pada tanggal 21 Maret 1981 di Hotel Raodah, diselenggarakan oleh SOKSI Sulsel.
- Diskusi panel Makassar Bersinar diselenggarakan 10 Nopember 1991 di gedung Harian Pedoman Rakyat lantai III. “Seminar Penelusuran Hari Lahirnya Makassar”, 21 Agustus 1995 di Makassar Golden Hotel.
Namun Pemerintah Daerah maupun DPRD setempat, tidak juga tergugah
untuk mengembalikan nama Makassar pada ibukota Propinsi Sulawesi
Selatan. Nasib kota “Daeng” ini nyaris tak menentu, hingga akhirnya
dipenghujung masa jabatan Presiden BJ Habibie, nama Makassar
dikembalikan, justru tanpa melalui proses yang berbelit.
Dalam konsideran Peraturan Pemerintah No. 86 Tahun 1999, diantaranya
menyebutkan bahwa perubahan itu wujud keinginan masyarakat Ujung Pandang
dengan mendapat dukungan DPRD Ujung Pandang dan perubahan ini sejalan
dengan pasal 5 ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 1999, bahwa
perubahan nama daerah, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Seiring perubahan dan pengembalian nama
Makassar, maka nama Ujungpandang kini tinggal kenangan dan selanjutnya
semua elemen masyarakat kota mulai dari para budayawan, pemerintah
serta masyarakat kemudian mengadakan penelurusan dan pengkajian sejarah
Makassar, Hasilnya Pemerintah Daerah Nomor 1 Tahun 2000, menetapkan Hari
jadi Kota Makassar, tanggal 9 Nopember 1607. Dan untuk pertama kali
Hari Jadi Kota Makassar ke 393, diperingati pada tanggal 9 November
2000.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar