Senin, 23 April 2012

Ibu pencetak manusia yang bermakna

Ibu adalah sebutan untuk orang yang melahirkan kita, orang yang merawat kita dari sejak baru lahir bertahun-tahun sampai umur kita sekarang.

Ibu memiliki peran dan tanggung jawab terhadap kehidupan kita sepenuhnya, baik dari bagaimana kita seharusnya dalam menjalani hidup kita itu, mulai dari a-z. Ibu bagaikan tiang dari sebuah rumah, yang dimana kalau tiang tersebuat tidak dihadirkan, sudah pastilah rumah tersebut tidak sepenuhnya di katakan rumah dan pastinya dia akan roboh, begitu pentingnya kehadiran seorang ibu, karena disanalah tempat sebenarnya kita menaruh bahkan dialah yang pantas untuk mengatur hidup kita selain bapak kita yang di nomor duakan.

Begitu sakralnya seorang ibu mungkin anda sudah tahu semua, tapi saya ingin memperjelas sedikit untuk mengingatkan anda :
1. Ibu bisa dikatan tuhan kita di dunia ini.
2. surga itu ada di telapak kaki ibu.
3. Seorang anak takkan pernah bisa untuk membalas jasa-jasa seorang ibu kia yang sangat mencintai kita itu.
4. Ibu kita adalah perempuan yang membesarkan kita, merewat kita dan membesarkan kita dan bahkan bisa dikatakan sebagai sisi kedua hidup kita.

Nah dari penjelasan diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa hidup kita sekarang dan nanti akan di atur sepenuhnya oleh ibu kita, dan seorang ibulah bagaimana kita jalani hidup dan bagaimana kita nantinya.

Seorang ibulah yang memilihkan, mengusahakan, kita untuk bagaimana kita mencapai tujuan kita.

Peran seorang ibu tergantung bagaimana karekter seorang ibu itu, tapi terlepas dari itu seorang ibu tujuannya hanya satu yaitu ingin melihat anaknya sukses.
Saya pribadi besar dari keluarga yang “kelewatan” disiplin, banyak aturan yang harus kami patuhi dan kadang membosankan serta melahirkan keinginan untuk “memberontak”. Walau pada akhirnya, saya sempat menjadi anak yang agak “bandel”, namun tidak mengurangi peran seorang ibu untuk menetralkan antara aturan keluarga dan keinginan pirbadi saya yang selalu ingin memberontak.
Ya, hanya ibu yang dapat mengerti dan menentramkan hati anaknya dan melalui tangan dan air matanyalah saya dapat menjadi “seseorang” saat ini. Tidak berlebihan kalau saya menganggapnya sebagai seorang diktator, pengawal, sahabat, guru sekaligus ibu. Penyematan  yang tidak biasanya dan disconcerting bagi kebanyakan orang. Namun itulah kenyataanya, beliau dapat berperan ganda untuk setiap label yang saya sebutkan.
Mungkin bagi sahabat-sahabat, sifat, sikap dan pembawaan sebagai seorang ibu kurang lebih akan memiliki beberapa faktor di atas. Kadang menjadi seorang diktator namun tetap lembut selama merawat, mendidik dan membesarkan anak-anaknya. Naluri seorang ibu melindungi anak-anaknya walau diekpresikan secara berbeda melalui sikap dan cara berbicara, akan memaksanya untuk melakukan segala sesuatu demi keamanan, kebaikan dan kebahagiaan anak-anaknya.
Ketika menjadi seorang ibu, seorang perempuan tidak lagi menjadi dirinya sendiri. Semua yang ada pada dirinya “dirampas” menjadi bagian dari anak-anaknya bahkan suaminya. Inilah bagian tersulit ketika banyak ibu tidak menyadari akan kenyataan ini. Ingin tetap eksis dan menjadi pribadi yang menampilkan “ego”  namun kenyataan yang ada akan membatasinya didalam bersikap dan berperilaku.
The moment a child is born, the mother is also born.  She never existed before.  The woman existed, but the mother, never.  A mother is something absolutely new” (Rajneesh). Inilah kenyataan bahwa ketika anak itu lahir, maka seorang ibu ada bagi anak tersebut. Maka kita tidak lagi berbicara hanya sosok perempuan didalamnya, namun terlebih sosok yang lebih kompleks yang dianggap mulia yaitu sebagai seorang ibu. Inilah kelahiran baru dari seorang perempuan. Maka dengan demikian bersama anak yang dilahirkannya, seorang ibu akan terus bertumbuh dan berproses untuk menjadi sosok yang tepat untuk anaknya.
Ketika seorang sahabat yang memiliki anak berkemampuan berkebutuhan khusus, dia berkeluh-kesah kepada saya sambil meneteskan air mata. Begitu sakit hatinya mendapat perlakukan kurang wajar dari banyak orang karena keadaan anaknya. Mungkin sekilas terlihat dia menjadi goyah dan putus asa, namun saya meragukan kalau ia telah menyerah begitu saja. Saat itu saya hanya beranggapan bahwa ia hanya memerlukan teman berbagi tidak lebih daripada itu. Dia tetap akan menjadi seorang ibu yang kuat untuk membesarkan anaknya. Saya percaya, Tuhan tidak akan membiarkannya menjadi lemah ketika Dia memberikan anak dengan berkemampuan berkebutuhan khusus. Baginya saya perlu memberikan support, dan selalu ingin melihat dia tegar untuk menjalani tugasnya sebagai seorang ibu.
Di bagian lain, ketika saya menyaksikan sahabat-sahabat saya yang memanjakan anak-anaknya “kelewat batas” dengan materi untuk membayar kesibukanya. Mereka menganggap “kemanjaan” adalah salah satu bentuk perhatian dan  sebuah konsekwensi dari seorang ibu yang meniti karir dewasa ini. Mungkin hal ini wajar bagi mereka dan menjadi tidak wajar bagi orang lain. Namun ini adalah pilihan yang sulit diantara berbagai pilihan yang ada, walau  pada akhirnya kondisi seperti ini menyebabkan anak-anaknya disebut sebagai “anak pembantu”, “anak eyang” atau  ”anak babysitter“.
Dua contoh yang mungkin berbeda, ketika seorang ibu memutuskan untuk di rumah dan merawat anak-anaknya, dan kondisi lain dimana seorang ibu dituntut untuk mencari nafkah demi masa depan anak-anaknya. Dua pilihan yang sepatutnya dinilai secara bijak oleh setiap orang karena kondisi rumah tangga masing-masing orang dapat berbeda satu dengan lainnya. Namun demikian, alangkah bijaksananya juga masing-masing ibu dengan status dan dalam keadaan yang berbeda ini, dapat secara jujur melihat kembali apakah sebagain dari dirinya merupakan bagian dari anaknya ataukah bagian dari “ego” pribadi yang berlebihan.
Menjadi seorang ibu yang sempurna memang tidak mudah apalagi menurut ukuran orang lain. Namun tetaplah berusaha menjadi yang terbaik untuk anak-anak anda. When you are a mother, you are never really alone in your thoughts.  A mother always has to think twice, once for herself and once for her child. (Sophia Loren, Women and Beauty)
Saya pribadi besar dari keluarga yang “kelewatan” disiplin, banyak aturan yang harus kami patuhi dan kadang membosankan serta melahirkan keinginan untuk “memberontak”. Walau pada akhirnya, saya sempat menjadi anak yang agak “bandel”, namun tidak mengurangi peran seorang ibu untuk menetralkan antara aturan keluarga dan keinginan pirbadi saya yang selalu ingin memberontak.
Ya, hanya ibu yang dapat mengerti dan menentramkan hati anaknya dan melalui tangan dan air matanyalah saya dapat menjadi “seseorang” saat ini. Tidak berlebihan kalau saya menganggapnya sebagai seorang diktator, pengawal, sahabat, guru sekaligus ibu. Penyematan  yang tidak biasanya dan disconcerting bagi kebanyakan orang. Namun itulah kenyataanya, beliau dapat berperan ganda untuk setiap label yang saya sebutkan.
Mungkin bagi sahabat-sahabat, sifat, sikap dan pembawaan sebagai seorang ibu kurang lebih akan memiliki beberapa faktor di atas. Kadang menjadi seorang diktator namun tetap lembut selama merawat, mendidik dan membesarkan anak-anaknya. Naluri seorang ibu melindungi anak-anaknya walau diekpresikan secara berbeda melalui sikap dan cara berbicara, akan memaksanya untuk melakukan segala sesuatu demi keamanan, kebaikan dan kebahagiaan anak-anaknya.
Ketika menjadi seorang ibu, seorang perempuan tidak lagi menjadi dirinya sendiri. Semua yang ada pada dirinya “dirampas” menjadi bagian dari anak-anaknya bahkan suaminya. Inilah bagian tersulit ketika banyak ibu tidak menyadari akan kenyataan ini. Ingin tetap eksis dan menjadi pribadi yang menampilkan “ego”  namun kenyataan yang ada akan membatasinya didalam bersikap dan berperilaku.
The moment a child is born, the mother is also born.  She never existed before.  The woman existed, but the mother, never.  A mother is something absolutely new” (Rajneesh). Inilah kenyataan bahwa ketika anak itu lahir, maka seorang ibu ada bagi anak tersebut. Maka kita tidak lagi berbicara hanya sosok perempuan didalamnya, namun terlebih sosok yang lebih kompleks yang dianggap mulia yaitu sebagai seorang ibu. Inilah kelahiran baru dari seorang perempuan. Maka dengan demikian bersama anak yang dilahirkannya, seorang ibu akan terus bertumbuh dan berproses untuk menjadi sosok yang tepat untuk anaknya.
Ketika seorang sahabat yang memiliki anak berkemampuan berkebutuhan khusus, dia berkeluh-kesah kepada saya sambil meneteskan air mata. Begitu sakit hatinya mendapat perlakukan kurang wajar dari banyak orang karena keadaan anaknya. Mungkin sekilas terlihat dia menjadi goyah dan putus asa, namun saya meragukan kalau ia telah menyerah begitu saja. Saat itu saya hanya beranggapan bahwa ia hanya memerlukan teman berbagi tidak lebih daripada itu. Dia tetap akan menjadi seorang ibu yang kuat untuk membesarkan anaknya. Saya percaya, Tuhan tidak akan membiarkannya menjadi lemah ketika Dia memberikan anak dengan berkemampuan berkebutuhan khusus. Baginya saya perlu memberikan support, dan selalu ingin melihat dia tegar untuk menjalani tugasnya sebagai seorang ibu.
Di bagian lain, ketika saya menyaksikan sahabat-sahabat saya yang memanjakan anak-anaknya “kelewat batas” dengan materi untuk membayar kesibukanya. Mereka menganggap “kemanjaan” adalah salah satu bentuk perhatian dan  sebuah konsekwensi dari seorang ibu yang meniti karir dewasa ini. Mungkin hal ini wajar bagi mereka dan menjadi tidak wajar bagi orang lain. Namun ini adalah pilihan yang sulit diantara berbagai pilihan yang ada, walau  pada akhirnya kondisi seperti ini menyebabkan anak-anaknya disebut sebagai “anak pembantu”, “anak eyang” atau  ”anak babysitter“.
Dua contoh yang mungkin berbeda, ketika seorang ibu memutuskan untuk di rumah dan merawat anak-anaknya, dan kondisi lain dimana seorang ibu dituntut untuk mencari nafkah demi masa depan anak-anaknya. Dua pilihan yang sepatutnya dinilai secara bijak oleh setiap orang karena kondisi rumah tangga masing-masing orang dapat berbeda satu dengan lainnya. Namun demikian, alangkah bijaksananya juga masing-masing ibu dengan status dan dalam keadaan yang berbeda ini, dapat secara jujur melihat kembali apakah sebagain dari dirinya merupakan bagian dari anaknya ataukah bagian dari “ego” pribadi yang berlebihan.
Menjadi seorang ibu yang sempurna memang tidak mudah apalagi menurut ukuran orang lain. Namun tetaplah berusaha menjadi yang terbaik untuk anak-anak anda. When you are a mother, you are never really alone in your thoughts.  A mother always has to think twice, once for herself and once for her child. (Sophia Loren, Women and Beauty)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar