Konsisten bisa saya artikan sebagai gambaran pribadi yang tetap pada pendirian dan tujuan awal yang sudah dia bangun sendiri, tanpa terpengaruh akan hal-hal yang lain. sebagai gambaran mungkin seperti itu !
Konsisten atau konsistensi merupakan hal lazim yang harus dimiliki, tapi tidak semudah rasa konsisten itu hadir dalam sebuah kata sifat dengan mampirnya sifat konsisten itu kedalam diri kita. Manusia selayak pribadi yang tak pernah puas karena sebab pengaruh jaman, dimana ada sebuah hal baru yang menarik bagi mereka, tidak menutup kemungkinan bagi mereka untuk berpindah hati kepada hal yang baru itu.
Konsisten, mungkinkah gambarannya
seperti seorang yang berjalan di atas jalan lurus dan dia memandang
jauh ke depan? Dia hanya melihat ke satu titik yang menjadi tujuannya
dan tak mau menengok kiri-kanan betapapun di sekitar jalan itu banyak
tempat yang menarik untuk disinggahi. Banyak orang yang singgah di
tempat-tempat itu. Sebagiannya dia kenal dengan baik. Bahkan mereka
mengajaknya untuk singgah. Segala bujuk rayu, kadang disertai paksaan,
tak henti-hentinya menghadang. Tapi dia tetap memandang jauh ke depan,
melihat tujuannya dengan jelas. Orang lain mungkin tak melihat tempat
yang dia tuju atau mereka melihatnya sebagai titik kecil yang lebih
baik diabaikan saja. Dia melihatnya begitu terang, jelas sekali. Dan
demikianlah dia tetap konsisten, tak menoleh kiri-kanan, tak peduli
berapa orang yang mempedulikan dirinya. Dia tetap persisten, maju terus
sehingga sampai kepada tujuannya yang sejati. Dia pun tetap resisten,
bisa mencegah dan menolak bujuk rayu serta paksaan untuk singgah di
tempat peristirahatan pinggir jalan.
Ya, konsistensi itu memang indah
tapi juga tidak mudah. Perjuangan untuk konsisten seringkali terasa
pahit namun buahnya terasa manis. Pada sebagian orang yang sudah
terbiasa ‘menderita’ dalam perjuangannya, mereka bahkan bisa merasakan
manisnya kepahitan dalam perjuangan. Kenapa? Karena visi yang jauh ke
depan menembus batas-batas duniawi terasa begitu manis di hati mereka.
Sehingga, derita perjuangan yang mereka alami tak berarti apa-apa
dibandingkan indahnya tujuan mereka. Sebagai perumpamaan, mungkin
begitulah yang dialami perempuan-perempuan Mesir yang mengiris-iris
tangan mereka sendiri tanpa merasa sakit sebab mereka terbuai keindahan
wajah Nabi Yusuf yang tiba-tiba muncul di hadapan mereka. Sungguh,
penampakan Yusuf membuat mereka tak merasakan sakit, bahkan sempat
memuji-muji Allah dan mengatakan, “Ini bukan manusia, melainkan
malaikat yang mulia!”.
“Perempuan-perempuan itu,” tulis KH.
Rahmat Abdullah (dalam artikel yang berjudul “Energi Cinta”),
“...bukan contoh yang baik untuk cinta, kecuali untuk mengambil ‘ibrah
(pelajaran), bila seraut wajah yang tak kebal luka dapat membuat
mereka tak merasakan sakit mengiris-iris jari, bagaimana leburnya semua
rasa sakit dan pengorbanan para pecinta, ketika kekuatan bashirah
(mata hati) mereka diperlihatkan kesenangan abadi di surga.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar