Minggu, 23 Desember 2012

KEPALAN TANGAN PARA SENIOR

                                       
                                                     KEPALAN TANGAN PARA SENIOR
                                                         Cerpen budaya kampus kami
Kata utama kami mungkin adalah takut dan tak bisa berbicara menghadapi penguasa-penguasa kecil yang nantinya akan jadi patokan perilaku dari kami-kami para pendatang baru di kampus tersebut. Sebuah ketentuan telah mengungkung dan mempersempit langkah kami untuk melihat mentari dengan lepas. Ribuan kilo meter kami saat ini, dibanding mereka yang sudah dekat dengan sebuah tujuan. Dia adalah mereka yang sudah terlebih dahulu tiba dari tempat kami sekarang, yaitu di sebuah instansi pendidikan yang dinamakan Universitas atau kampus yang dimana mahasiswa bertempat, dua kata yang begitu sakral, dan tanggung jawab yang harus di emban bagi kami untuk mengabdikan diri kepada masyarakat di lingkungan kami. Yaitu Maha dan siswa, dimana maha diartikan sebagai Basar, dan siswa sendiri berarti orang yang sedang belajar dalam sebuah sekolah, jadi bila disatukan artinya mereka yang berada dalam sebuah sekolah yang dikatakan besar (orang yang sedikit tahu dibanding para siswa atau siswi yang berada di SD, SMP dan SMA).
Jenjang ini merupakan tahapan atau bagian dari sebuah wujud pendidikan yang telah diatur sedemikian rupa oleh para penguasa di Negeri ini. Di sebuah kampus, kita harus mematuhi segala aturan yang ada, dan Birokrasi kampus adalah tokoh utama dalam pembuatan aturan itu sendiri, namun yang perlu kita ketahui bahwa dalam sebuah kampus pasti memiliki ciri atau kebiasaan yang sudah melakat dan susah untuk kita rubah dan hindari. Sebagai contoh dimana sebelum kita mulai belajar atau mengikuti semester yang berjalan secara aktif, kita harus mengikuti Ospek atau pelana yang lebih spesifiknya yaitu pengenalan akan budaya kampus yang akan kita tempati menuntut ilmu yang sudah disepakati oleh para birokrasi kampus dan mahasiswa yang akan mengambil bagian sebagai pengurus dari ospek tersebut, Nah yang perlu kita ketahui juga bahwa dalam ospek itu sendiri sependek pengetahuan saya, dimana kita wajib memetuhi aturan-aturan yang telah dibuat oleh para pendahulu kita atau singkatnya senior kita, yang sudah menjadi perintah dari atasan mereka yaitu birokrasi kampus. Contoh kecil dari aturan yang disediakan yaitu: Pertama, kita harus memakai baju yang unik dan seragam yang sama dengan mahasiswa yang lain, memakai kos yang berbeda warna, memotong rambut sampai plontos, menggunakan papan nama yang dibuat dari dos, pita-pita sebagai kalung agar lebih bobrok dilihat, dan yang tak perlu kita lupakan yaitu di dalamnya kerap terjadi kekerasan atau kontak fisik yang dilakukan oleh para senior untuk mereka para junior yang katanya melawan atau tidak taat aturan. Jadi kemudian timbul sebuah pertanyaan bagi kami yang pernah mengalami itu, apakah semuanya akan membawa dampak yang lebih positif bagi orang yang diospek itu? Tidakkah mereka yang pernah mengalami itu akan menerapkannnya lagi dan lagi bagi junior mereka nantinya, pastilah seperti itu jika tidak muncul sebuah kesadaran bagi mereka yang pernah merasa tertindas. Jadi apakah kampus itu mendidik kita agar dapat berbalas dendam dan menindas orang lain? Pukul dan pukul lagi, hal inilah yang sudah menjadi kebiasaan buruk bagi budaya yang sedang kami jalani, ketika kita tidak menurut atau tidak bergaul dengan para senior pendahulu kita, jadi artinya mereka punya hak untuk memukul kita? Berbicara logis tentunya tidak logis sekali kawan, inikah calon yang dikatakan kaum penerus bangsa yang akan berbakti kepada negara? Inikah calon para intelektual yang dikatakan besar? Inikah mereka yang dibanggakan masyarakat? Bukan.
Lanjut mungkin saya akan arahkan menuju bagaimana otoriter senior dalam kampus, ketika kita dilihat berjalan dalam keadaan membungkuk lantas tak singgah itu katanya kurang ajar, dan harus dipukuli oleh senior? Atau paling tidak kita disuruh untuk membeli kopi atau rokok untuk mereka, teruslah seperti itu agar kami paham akan bagaimana komersialisasi pendidikan dan budaya negatif yang sudah berakar dewasa ini, di kampus kami.
Lanjut dari itu, pada sebuah hari, kemudian saya dan teman-teman seangkatan saya berinisiatif untuk membuat sebuah terobosan agar kesemuanya ini dapat kita hialangkan atau setidaknya dimengerti bahwa ini adalah budaya yang tak sehat dan tak pantas ada dan harus dihilangkan. Saya dan teman saya Akbardari jurusan Bahasa Indonesia, juga Adhy, dan saya dari Bahasa Inggris, iseng-iseng membentuk sebuah gerakan yang saya beri nama GAS atau Gerakan Anti Senioritas, kenapa kami kemudian berinisiatif atas ini, itu karena kegerangan dari kawan-kawan seangkatan saya atas apa yang terjadi dikampus. Kalau Gerakan ini sendiri mengatakan bahwa kami tidak punya senior melainkan Kakak, karena semua ini adalah dua hal yang sangat beda, dimana kalau senior mereka seperti seorang polisi yang katanya mengayomi dan melindungi juniornya, tapi dalam realitanya mereka hanya mengungkung kita dan mempersempit gerakan kita untuk maju, juga mereka hanya bisa memajaki kami para junior bahkan tidak segang untuk memukuli kami yang tak taat terhadap aturan yang jelas-jelas salah. Sementara jika kakak itu artinya mereka seperti seorang saudara yang lebih tua dan mengajari kita agar tidak jatuh kepada sebuah lubang, melindungi kita serta menjaga kita sebagai adiknya. Seperti itu mungkin gambaran dari gerakan kami ini.
Dalam sebuah proses kami untuk mensosialisasikan gerakan ini, kami sempat teledor dan menuai banyak perlawanan dari para senior-senior kampus yang tak setuju dengan garakan ini, meraka kemudian mendatangi saudara seangkatan saya di sebuah sekret organisasi saya yaitu eLTIM atau Lintas Transformasi Intelektual Mahasiswa, Mereka adalah salah satu senior yang ada di Bahasa Indonesia, mereka datang dengan gerombolan motor yang tidak sedikit dan saat itu saya sedang tidak berada ditempat, dan salah satu teman saya yaitu Adhy berada sendiri di tempat yang didatangi oleh senior-senior tersebut. Yah tiada lain pasti dia mempersoalkan masalah Gerakan kami ini, mereka mengatakan bahwa gerakan ini adalah gerakan yang tidak baiklah, tidak cocok dan salah. Tak lama setelah mereka datang Adhy teman saya Mengirimi saya pesan singkat, we dimanako? Ada datangika senior kesiniko dulu tapi jangan tanya kak Afdal(ketua dari organisasi eLTIM) yang merupakan salah satu senior yang kami segani dan sudah seperti kakak kami sendiri karena tidak seperti senior pada umumnya, tak lupa juga dia mengirim pesan ke Akbar untuk datang ketempat, jadi sayapun beralasan dengan kak Afdal akan keluar mengambil kabel data yang ketinggalan di Sekret, tanpa mengatakan yang sebenarnya sesuai dengan apa yang menjadi isi pesan singkat teman saya, sayapun dengan tergesa-gesa datang langsung ketempat, dan seampainya saya melihat banyak kendaraan dan saya masuk mendengar cerita mereka para senior, terdengar suara dari salah satu senior “weh kau itu orang Bone dek, kenapa na begitu caramu? Salah besarko,” Adhy menyahut “ kak justru karena orang Boneka itumi na beginika, tidak mauka liatki teman-temanku jadi korban dari sistem yang kakak terapkan,” lanjut senior “ dek, salah caramu,” adhy lalu bertanya “Kalau salahka paeng kak rasionalkanki dari mana letak kesalahanku supaya bisaka perbaiki kalau memang salahka”, senior itupun lalu menggaruk kepala terlihat kewalahan untuk berbicara lagi. Namun dibalik ini pun mereka sudah memiliki dendam lama yang masih terasa, kejadian itu terjadi beberapa bulan lalu di Bulukumba, dalam rangka kegiatan rutin HIMAPRODI bahasa dan sastra indonesia, disana mereka di pukuli oleh para senior tampa kejelasan yang logis, mereka dipukuli satu persatu diantaranya yaitu Adhy dan teman saya juga Akbar, dan sebelum itu mereka telah sepakat bahwa tidak akan ada pemukulan yang akan terjadi disana, toh nyatanya itu semua bohong dan disanalah dimulai masalah, sebagian angkatan 2011 mengundurkan diri di HIMAPRODI bahasa dan sastra Indonesia yang masih menjadi bekas sampai sekarang.

Lanjut, kemudian senior lain pun berbicara “ Kalau memang kau masih dendam kepada kejadian dulu itu yah pukuli saja juga kami”, dalam benakku “ siapa yang akan berani memukuli kakak, walaupun kami dendam?, lalu Ahdy lalu menjawab “ kalau dendam munafikka kak kalau tidak ada, analoginya , ketika paku saja dicabut dari sebuah tembok itu akan membekas dan begitupun saya, dan ketika kakak menyuruh saya untuk memukuli kakak lantas apa bedanya saya dengan kakak.? Senior-seniorpun pusing sambil menggelangkan kepala pertanda kewalahan untuk berbicara, suasan pun berubah menjadi semakin rumit dan saya pun dalam posisi standby jika terjadi sesuatu, oia saat itu pula saya ditanya, “ apa kau cari disini? Angkatan berapako? Saya menjawab “ saya kesini ambil cas dan ini sekret saya, saya angkatan 2011 kak, seangkatan dengan Adhy”. Dia melanjutkan “oh kukira Adhy yang suruhko kesini”. Dan selasainya masalah kemudian senior mengatakan sesuatu kepada Adhy “ dek janganko terlalu gegabah sekali nah, kalau saya tidak apa-apaji tapi kalau senior yang lain tidak bisaka jaminko dan tdak bisaka juga bantuko pastinya”, benakku “cuci tanganki lagi seniorka”. Dan setelah itu mereka pun pergi.
Di suatu hari terjadi kemudian kasus serupa dan lagi-lagi yang menjadi korban adalah angkatan saya, yang lebih ngerinya lagi mereka adalah sahabat saya yang saya kenal dia itu baik dan ramah. Yang menjadi pertanyaanku, kenapa selalu angkatan saya, saya takutnya para senior itu mengatakan jika kamu ingin memukul datang saja ke 2011 karena menganggap angkatan kami itu tidak sesolid angkatan mereka, dan yang lebih pedihnya lagi, kami sudah memiliki adik 2012 tapi toh tidak ada yang berubah, mereka selalu beralasan bahwa kami tidak mau bergabung dengan senior dan cuek nakal dengan teman kelas. Pusing dan gerang melihat tingkah semena-mena para senior, kami pun membuat kesepakatan bahwa ketika kami di perlakukan seperti itu lagi itu akan menjadi bumerang bagi mereka dan kami sepakat untuk bersatu ketika ada salah satu diantara kami yang dipukuli lagi.

inilah mungkin sedikit gambaran bagaiamana kultur negatif yang sudah berakar di kampus kami, selain masalah birokrasi yang rumit kami dihadapkan lagi dengan masalah yang lebih rumit untuk diselesaikan, dan mungkin inilah tantangan sekaligus ujian dan bagaiamana agar kampus bisa kita normalkan dan berjanji agar angkatan kami 2011 akan bersatu kembali serta akan menjauhkan diri dari yang namanya penindasan untuk kaum intelektual. Hidup mahasiswa hidup rakyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar