Minggu, 06 Januari 2013

Polisi berteman dengan tanggal tua

PANDANGAN SAYA    
    Untuk persiapan tahun baru kali ini saya tidak sempat ke kampung halaman brada semua, yah alasannya mungkin pertama motor saya tidak lengkap, lampu tidak nyala, yang ketiga saya lagi boke'.
Apalagi sehari sebelum tahun baru saya kena tilang brada, yah saat itu saya lagi jalan dengan pacar saya tercinta, pas jalan mau pulang saya mutar sana-sini agar lama bersamanya, hehe lebay yah? sory.
Saya muter lewat Rappocini, dan di Depan pintu UNISMUH saya belok untuk pulang, dengan tanpa memakai helm dan spion motor saya berani saja memakai motor itu, yah namanya juga lagi sama pacar brada semua, saya lanjutkan perjalanan itu dan di depan saya tiba-tiba melihat orang yang memekai topi coklat dan satunya lagi memakai seragam hijau-hijau, kulihat lagi, wahh ternyata polisi yang siap untuk menghadang, hehe, dengan kencang saya langsung putar arah melawan arus motor yang sedang berjalan, ah sial ada polisi di depan 2 orang lagi, akhirnya saya ditahan. Saya pun langsung diperiksa dengan cara yang aneh, dikiranya saya membawa senjata tajam dan sejenisnya, baju saya diangkat dan tas saya diperiksa layaknya koruptor. wkwkwk.
     Dia tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan, hilang arah akhirnya saya ditegur tidak memakai helm, "mana stnk kamu?" "ini pak" sahut saya, "apa ini?" jawab pak polisi, saya jawab "surat tilang pak komandan". dia lalu konsultasi dengan para pengawal dan akhirnya meloloskan saya. saya berterima kasih dan pergi.
        Kurang dari 1 km, saya bertemu kawan dari polisi yang sebelumnya saya jumpai, dengan penuh rasa tegas saya menjawab "Pak saya sudah ditahan disana tadi", "Biar 10 kali kau ditahan tidak jadi masalah" jawab komandan. lanjut dia bertanya "Mana Stnk mu?" " saya tidak punya Stnk pak, saya sudah ditilang".  kemudian saya ayungkan tangan kemudian memberi surat tilang tersebut, berbeda dengan sebelumnya, dia memberitahu saya dan menahan saya, dia kemudian memeriksa surat tilang tersebut dan berkata "wah, ini sudah lewat, kenapa belum diurus?", "saya belum punya uang pak, karena saya mahasiswa kasian", "ah kamu mahasiswa atau bukan, motor kamu saya tahan karena kamu melanggar, tidak memakai helm dan tidak memakai spion motor." dia mngambil kuncil lalu membawa masuk motor saya ke kantornya. "emosi pun meluap dan saya mencoba berdiskusi kepada komandan, "pak saya minta tolong pak, saya sudah ditilang sebelumnya dan besok saya akan pulang kekampung, jika bapak mengambil motor saya, apa yang akan saya pake pak?", dengan mukah acuh dia berkata "ini bukan persoalan kamu mau pulang kampung atau tidak, itu urusanmu bukan urusan saya. siapa suruh nakal dan tidak tahu aturan?", "tapi mohon maklumi saya kali ini saja pak", "ahh sana kamu pergi, kamu urus besok saja, datang jam 9 pagi", "wah pak tolong saya pak, saya bisa gawat kalau motor saya ditahan". "sudah kubilang itu bukan urusan saya" sahut polisi itu. saya pun kemudian duduk dengan emosi yang meluap, saya duduk disamping pacar saya. saya pun emosi dan sembarang berkata, bagaiamana tidak, banyak hal yang tidak adil saya daptkan. para polisi itu menyalah gunakan kekuasaannya dan tidak menerima alasan, padahal saya punya surat tilang, dan dalam aturannya motor yang memiliki surat tilang tidak bisa ditilang kembali, tapi dia lalu bersikeras bahwa surat tilang itu telah lewat masanya, tapi walaupun masanya telah lewat pak polisi itu tidak berhak menilang saya. dalam kejadian ini saya agak sedikit diuntungkan ketika kita berani melawan, tapi itu juga, karena mereka punya kekuasaan dan kami tidak bisa menolak mereka.
      Dengan alasan itu saya tetap dikantor sampai akhirnya teman saya datang membawa uang agar bisa menebus uang agar motor saya tidak ditahan. saya bergegas menuju polisi yang menahan motor saya, lalu berkata, "pak bagaimana ini, motor saya ditahan sementara saya sudah ditilang sebelumnya, ini buktinya" dia menjawab, "kamu yang punya motor kawasaki hijau itu yah?", "iya pak", kamu itu melanggar karena tidak memakai helm dan spion, jadi kami tahan juga surat tilang kamu itu sudah lewat waktunya", "jadi pak bagaimana tindak lanjutnya karena saya butuh motor saya, kira-kira berapa uang yang harus saya tebus?", "Rp. 250.000", "wah itu sangat mahal pak" , " siapa suruh kamu melanggar, ini sudah aturan." bapak itu bersikeras, dan sayapun berpindah, ke loby kantor, "pak, bagaimana ini, motor saya ditahan kemudian sebelumnya saya sudah di tilang dan ini surat tilang saya, saya tidak tahu dek, ke sebelah saja, disana diurus masalah seperti itu," "tapi saya sudah ditilang pak" ,"ini bukti surat tilang saya", salah satu polisi berkata "SEKARANG ADA ATURAN BARU, SUDAH BISA DITILANG BIARPUN SUDAH DITILANG SEBELUMNYA". aduh saya baru dengar aturan itu, awalnya saya percaya, tapi saya mendatangi kembali polisi yang memegang kunci motor saya, lalu bertanya kembali dengan pertanyaan yang sama. "pak saya mau urus motor saya yang di tahan bapak, karena saya merasa ada yang lain,", apa yang lain?" kamu yang pake motor kawasaki itu kan?" "iya pak," "kamu lagi, kamu lagi" nanti besok kamu datang kesini," "wah saya butuh motor saya sekarang pak, karena saya mau pulang kampung dan saya rasa motor saya tidak aman disini,", "dek, kamu sudah melanggar, tidak pakai spion dan tidak memakai helm," " iya tapi saya sudah ditilang sebelumnya," " iya tapi kamu sudah melanggar dek," " kalau begitu kasi saya bukti tertulis pak, bahwa ada aturan yang mengatakan bahwa, kalau kita sudah ditilang kita bisa ditilang lagi atau motor kita bisa ditahan,". "iya dek, tapi kamu melanggar, dan saya harap kamu bisa pulang dan nanti besok kamu urus,". saya pun pulang dengan membawa bahasa dan penilaian terhadap kaum yang satu ini, "mengayomi dan melindungi itu bulsit dan tidak benar adanya, mereka menyalahgunakan kekuasaan kepada kami yang dibawahnya, mereka sewenang-wenang membuat aturan dan jelas kami tidak bisa melawan karena mereka punya kekuasaan dan kami yang dikuasainya", bobrok betul aparat ini. sampai larut malam pun saya masih di depan halaman kantor, dan akhirnya saya menelpon kakak saya, saya menyuruhnya agr ke kantor dan memberi tahu bahwa motor sedang ditahan. dia pun datang, " kenapa ditahan motornya?" "katanya saya melanggar", "sudah saya kasi liat surat tilang, tapi tidak ada gunanya, motor tetap ditahan," " maksudnya dia mau tilang diatas tilang,? begitu.?" sahut kakak saya. "begitumi mungkin", dengan ucapan penuh emosi saya menjawab.
     Saya dan kakak saya pun masuk kembali berkonsultasi dan berdialog kembali dan akhirnya pembicaraan lagi-lagi buntuh. saya pun sepakat akan mengurusnya besok pagi jam 9, tapi sebelum itu, saya meminta izin kepada komandan untuk melihat kondisi motor saya dan ingin memasang spion motor, kemudian dilihat oleh pak polisi dan melarang saya memasangnya karena spion sebelah kanan tidak ada kacanya. saya lagi-lagi disuruh keluar.
     Akhirnya kakak saya bersedia mengurus motor tersebut. dan saya pun pulang dengan teman-teman saya yang setia menunggu proses tersebut, saya pulang tanpa motor dan teman saya pun berkata, "bonceng saja dulu pacarmu, nanti saya sama adhy jalan-jalan saja dulu, pake ini motor", sungguh baik teman saya ini, sebenarnya ada motor lain, tapi teman saya adhy berkata "jangan cepat percaya dengan orang lain, bonceng saja dulu "nana" nama pacar saya kawan, lalu saya pulang memboncengnya dan teman saya pun berjalan kaki sekitar lima kilo dan sampai akhirnya saya kembali mengambilnya di jalan, dan boncengan tiga sampai ke kos.
    Keesokan harinya, saya ditelpon kakak, "ada uangnya dulu temanmu bisa dipinjam?" "kenapa memang kak?". "saya sudah datang ke kantor tadi, tapi saya disuruh urus Stnk, saya bertanya-tanya dan malahan saya diusir". "astaga kenapa pengayom seperti itu?', "saya kurang tau juga dek," kesini moko saja", "tapi kalau sudah ada Stnk, motor sudah bisa diambil?", sahut saya. "iya katanya seperti itu, tapi setelah itu Synk diambil kembali lalu di kasi surat tilang baru,". " ahhh kacau sekali, kita dipersulit kak,", "itumi juga". sampai akhirnya saya kerumah keluarga meminta pinjaman kepada tante saya sebesar 200rb, tapi kemudian tante saya juga sepertinya agak mengeluh persoalan uang karena dia bilang bahwa dia sudah mengeluarkan uang baru-baru jadi tidak punya uang lagi," saya pun pulang kembali ke tempat kace ku nongkrong. sampainya disitu saya menghubungi teman saya lalu meminta pinjaman dan akhirnya dia memberi saya. lalu saya pun bergegas kepengadilan mengurus Stnk saya, sampai disana katanya ibu yang disana bahwa Stnk saya sudah ada di Kejaksaan, "jadi bagaimanami itu bu?", " saya kurang tahu juga dek, sementara dikejaksaan juga sedang off karena pegawainya lagi cuti"," atau kita kasima saja semacam bukti bu, bahwa saya sudah membayar atau bagaimana?", "aduh dek saya tidak punya wewenang atas itu," taj lama kemudian datang seorang polisi lalu lintas, membawa beberapa lebar uang sepertinya hasil dari tilang, dia bertanya " kau kenapa dek?", "oh, ini pak motor saya ditahan sementara sebelumnya saya sudah ditilang dan saya punya surat tilang"," dimana motor kamu ditahan dek?", "di Polsek Rappocini pak", " kenapa bisa motor kamu ditahan sementara kamu sudah ditilang sebelumnya?", "katanya surat tilang saya sudah lewat waktunya, dan saya tidak mengurusnya,", " ah, kalau masih lewat 1 bulan itu masih bisa dek, masa tidak ada kebijakan?", "itu yang saya keluhkan pak, dan saya sekrang datang mengurus surat tilang saya, dan katnya ibu sudah ada dikejaksaan, sementara kejaksaan lagi cuti", " memang itu dek kalau polisi di Makassar keras semua,", " maumi diapa pak dia punya kuasa", dalam pikiranku, ternyata masih ada polisi yang tahu akan aturan yang sebenarnya.
       Lanjut dari itu saya pun berdialog dengan ibu yang disana, dengan senang hati ibu itu menelpon teman-temannya yang berstatus sebagai polisi dan mengakui saya sebagai keluarganya yang meminta pertolongan. sampai akhirnya ibu itu berkata," begini bagus mungkin dek, kamu datang saja kesana dan bilang bahwa kamu telah menebus uang di pengadilan dan ambil nomor handphone saya agar bisa kamu hubungi sebagai penguat alasan kamu". saya pun berterima kasih kepada ibu itu lalu bergegas menuju kantor Rappocini, sesampai disana saya disuruh menunggu sampai setengah jam karena polisi lalu lintas tidak ada dan katanya sedang berada di gereja, sambil menatap ke arah kantor saya melihat sebuah bahasa di kantor polisi itu "Kami siap melayani anda" dalam pikiran saya, "yang mana yang kamu layani, tidak ada pelayanan yang kami dapat, kami diacuhkan dan alasan yang kami anggap benar semua tidak kau terima dan kau gunakan kekuasaannmu untuk menyalahkan kami".
      Sampai akhirnya polisi itupun datang, saya masuk kekantor dan lama kami bertanya tidak kunjung dijawab malahan di diami dalam waktu yang lama, dan akhirnya dia memanggil saya, "dek, siniko", "iya pak", " apa masalahmu", saya cerita lagi dan akhirnya dia menyuruh saya mengambil spion, saya pun pulang lagi kegowa mengambil spion, dan akhirnya saya sampai, saya berkata " pak, saya sudah tebus uang di pengadilan tapi saya belum mnegambil Stnk saya karena pegawainya sedang cuti.", "ahh, bisanya itu?", " saya tidak bohong pak, itu ada nomor dari pegawai di pengadilan, bapak bisa tanyakan ke dia", "oke pale, kamu bayar Rp. 200.000 baru saya keluarkan motormu sekarang", "wah saya saya sudah bayar disana Rp. 200.000 pak, masa bayar lagi, saya tidak punya uang sebanyak itu," sahut kakak saya, saya pun mulai luluh dan sudah ingin memberinya uang tapi, polisi itu lalu berkata "yah sudah setengahnya saja," kakak saya menatap ke saya dan bertanya " kamu punya uang?" "iya ada", saya pun mencabut uang Rp.100.000 dan memberi ke polisi itu, lalu berkata dalam hati lagi, kacau benar peraturan disini, sungguh bobrok moral dan aturan yang berlaku di kalangan aparat ini, saya pun mengambil motor saya dan pulang sambil berdiskusi kepada kakak saya mengenai kejadian ini. disini saya berkesimpulang bahwa polisi itu akan hadir bila tanggal tua juga ada, dan juga penilaian saya terhadap aparat pengayom dan pelindung ini sangatlah bobrok dan tidak bermoral.

Kekuasaan jangan di salah gunakan pak...!!!!

See u next

HITUNGAN HARI MENELUSURI KULTUR KAMPUS


DAY BY DAY


Beberapa medan tempur telah kulewati, telah menunggu gunung untuk kudaki, kerikil bebatuan memperlihatkan dirinya yang begitu keras, tetapi mentari bersinar agar semangat tetap terjaga. Kutenangkan diriku sejenak dengan secangkir kopi beraromakan kehangatan disetiap relung kehidupan yang teramat kelam di masa lalu.
Pagi itu ternyata pertanda bahwa telah ada kehidupan yang menantiku diluar sana, kehidupan yang jauh lebih menarik dan lebih asyk untuk kujalani ketimbang apa yang telah kulalui. Dengan sedikit lirik lagu perpaduan rock berceritakan cinta, sebatang rokok pun keluar dari tempatnya dan mulai kubakar dengan sebiji korek kayu, mengeluarkan asap yang berbentuk bundar, pertanda semangat yang mulai hadir kembali di jiwa yang penuh ketidakstabilan ini.
Dengan memakai baju batik bergaris, berwarna coklat perpaduan biru, kulangkahkan kaki menuju teras kos dimana sepatu all star hitam telah siap untuk dipakai kemudian melanjutkan aktivifitas rutin saya yaitu kuliah di kampus yang saya banggakan yaitu Universitas Negeri Makassar. Tepatnya di Fakultas Bahasa dan Sastra, saya belajar di sebuah Instansi pendidikan dengan mengambil jurusan Bahasa Inggris, Prody Business English (D3).
Sebelumnya itu, saya dan keluarga dengan susah payah agar bisa masuk dan belajar di Kampus ini, mulai dari perjalanan saya yang tidak begitu dekat jaraknya, Antara Jeneponto dan Makassar adalah jarak maksimal yang telah kutempuh untuk kemudian bisa kunikmati suasana belajar berstatuskan diri sebagai mahasiswa.
Di sebuah hari saya dikejutkan dengan sebuah kabar bahwa di gelombang pertama, nama saya tidak tercantum dalam daftar nama-nama calon mahasiswa baru yang dinyatakan lulus dalam tes. Cician dan bahasa penyemangat pun berdatangan, saya dikatakan kurang serius dalam tes, dan juga dikatakan tingkah laku saya tidak menunjukkan rasa yang memang benar-benar serius ingin lulus, kurang dekat dengan sang pencipta, dan juga selalu sial, semua kata ini hadir dari bibir orang tua saya, dari pribadi sendiri saya sangat kecewa saat itu sampai-sampai telat tidur. Untunglah saya memiliki seorang kaka yang selalu member saya motivasi akan setiap kegagalan yang saya dapat. “Sabar saja dek, masih ada gelombang berikut yang akan kau jalani, jadi janganlah terlalu berlarut dalam kegagalanmu ini, semua belum berakhir dan aka nada masa lagi setelah ini, ok?” sahut kakak saya, “thanks kak, saya akan bersungguh-sung dan giat lagi dalam berusaha”, jawab saya dengan nada rendah.
Setelah kegagalan itu, atas saran dari orang tua saya diberi opsi agar memilih jurusan bahasa inggris, dengan alasan bahwa jika saya mengambil jurusan bahasa inggris saya akan lebih mudah dalam mencari pekerjaan karena sekarang banyak instansi sekolah yang membutuhkan tenaga pengajar di jurusan itu, kedua jurusan ini tidak terlalu banyak diminati oleh para mahasiswa dan mahasiswi yang ingin mendaftarkan dirinya seperti saya.  Mendengar opsi itu, saya agak tertunduk tak tahu mesti bilang apa, karena jika berbicara mengenai minat dan bakat, saya tidak terlalu menginginkan itu, sedih bercampur senang. Senang karena dapat diterima murni di kampus yang memang sudah menjadi cita-cita saya sewaktu masih duduk dibangku Sekaloah Menengah Atas, dan sekarang saya telah mampu merealisasikan semuanya, kata Alhamdulillah pun hadir sebagai makna rasa syukur yang mendalam. Atas dukungan orang tua saya tak lupa berucap terima kasih atas usahanya mewujudkan cita-cita saya itu, dan dengan itu saya pun bersedia mengambil opsi yang ditawarkan Bapak saya itu, saya pun mengambil jurusan Bahasa Inggris tepatnya di Prody Business English.
Hari pertama masuk kampus, saya langsung melihat suasana yang begitu berbeda dengan sebelumnya, saya melihat banyak mahasiswa yang berambut panjang atau biasa orang sebut “GONDRONG”, heran dan takut adalah kesan pertama, bertanya dalam hati “ Apakah seperti ini mahasiswa?, tidak memiliki aturan seperti dikalah SMA, Berambut panjang, memakai sandal, memakai celana robek di bagian lutut, memakai baju kaos tak seragam, merokok di tempat umum layaknya para masyarakat di luar sana, dan hampir mirip para preman di pelosok pasar. Untunglah saat itu ospek telah ditiadakan, jadi kami para mahasiswa baru agak sedikit tenang dengan para senior yang galak dan keras dalam mengkader junior mereka dalam tanda kutip kami para mahasiswa baru. Yang kata para senior pendahulu bahwa dalam ospek kita biasa di didik dengan keras seperti: di injak, di pukuli, di kerjain, disuruh jongkok dan segala jenis hukuman yang bersifat fisik dan tidak asyk deh pokoknya.
Setiba di pelataran depan kelas bertingkat tiga yang di beri nama DH sebagai kelas dari jurusan bahasa Inggris di Fakultas ini, kami para mahasiswa baru disambut dengan ucapan selamat datang dari berbagai dosen yang siap mengajar kami nanti ketika proses belajar mengajar telah berlangsung. Berbaris membentuk shaf berjejer dengan teratur kebelakan. Malu, agak asing dengan suasana kampus, ditambah dengan jumlah kami yang lumayan banyak, serta melihat cara berpakaian cewe dan cowo membuat lengkap suasana asing yang saya rasakan. Selembar kertas mulai dibagikan ke semua mahasiswa, yang di beri nama KRS, yah belum tahu saya apa arti dari kertas itu dan apa gunanya kami dibagikan. Polos dan lugu benar tingkah saya dan teman. Tiba-tiba di sebelah kiri saya bertanya dan menyahut saya, “kawan nama kamu siapa?”, “kenalkan saya chris kawan,” jawab saya. “Oh iya saya irvan, oia asal kamu dari mana?” lanjut dia, “ saya dari Gowa kawan, kalau kamu?”, jawab saya. “kalau saya asli Makassar kawan, senang kenalan dengan kamu”. Di akhiri dengan senyum, dialah teman pertamaku di kampus ini.
Hari berganti hari lebih singkatnya jam berganti jam, saya mencoba berbaur dan mempelajari segala budaya, suasana dalam kampus yang saya temapati saat itu, mulai dari sistem senior dan  junior yang tak ada saat saya berada di SMP dan SMA. Sehingga dihari dan ditempat itu saya menemukan berbagai kasus, mulai dari pemukulan yang kerap terjadi yang para senior namakan “ROPOLO”, aturannya: ketika senior berkata A, maka junior harus mengakui dan mengikutinya, kalau tidak maka akan ada konsekwensi dan masalah yang muncul, tak peduli salah atau benar karena kultur ini telah turun temurun berjalan dan sudah berakar. Jadi dari kejadian itu saya mendengar sebuah pernyataan bahwa “ ketika senior berkata A, maka junior harus ikut, dalam ada pasal yang mengatakan bahwa senior selalu benar, dan para junior harus patuh dan tunduk atas aturan yang telah ada itu.” Kami tidak dapat melawan sebab kami takut akan mereka-mereka yang berambut gondrong dan lebih paham akan kultur kampus, juga dibantu dengan para senior terdahulu yang mengaminkan aturan itu.
Di hari berikut, saya berjalan kearah bawah menuju parkiran bersiap untuk pulang, saya ditahan karena rambut saya tidak BOTAK, “woy, rambutmu kenapa panjang?”, “iya maaf kak, nanti saya potong besok,” jawab saya, “ oke, awas nanti saya lihat terus masih panjang seperti itu”, sahutnya lagi. “baik kak, maaf sebelumnya.” Dalam hati, weh bahaya ternyata, senior-senior disini galak. Hehehe. Sampai disitu, belum usai, di parkiran saya di dapat lagi oleh senior yang lebih tua, “dek, rambutmu kenapa panjang, saya punya ketter disini, mau saya ketter rambutmu?” sahut sebior itu yang tidak saya tahu namanya. Saya pun langsung kaget dan takut lalu spontan menjawab . “maaf kak, saya akan potong besok”, “ awas saya lihat besok tidak berubah”, sahut dia, “oke kak, janji”, “ oke jalan mako,”. “Iya kak makasih”, jawab saya dengan ekspresi rasa takut yang mendalam, hehehe.
Sampai di rumah, saya selalu mengingat peristiwa di kampus tadi, kenpa seperti itu dan apa kepentingan yang di cari oleh para senior yang memperlakukan adik-adiknya seperti itu?. Sepertinya ada yang tidak beres dengan semuanya, dan akhirnya sambil memikirkan itu mata saya pun tertutup.
Besoknya saya berjalan lagi dengan sedikit hati-hati, di tangga lantai 2 saya bertemu senior yang menyuruh saya mencukur rambut, dia satu level diatas saya yaitu angkatan 2010. Saat itu matanya melotot melihat kearah saya, pembicaraan pun terhenti karena kakak senior yang melotot learah saya, sehingga saya pun sadar bahwa pasti dia sedang memperhatikan rambut saya. Pantas memang dia seperti itu karena diantara teman-teman saya yang lain hanya saya yang agak panjang rambutnya sedikit, dan juga peringatannya yang tidak saya lakukan, saya belum potong rambut. Setiba di depannya matanya terus melotot kearah saya, sampai saya pun lewat di depannya dengan keadaan menunduk dan sempat saya berfikir saya akan lolos karena saya sudah lewat didepannya dan tidak kunjung di panggil-panggil. Pas ditengah perjalanan dia langsung berlari kearah saya dan hendak mengayungkan tangannya kea rah badan saya, dan senior yang lain pun melerai kejadian itu dan menurungkan emosi senior yang hendak memukuli saya itu,dan segera menenkan suasana “ tenang kawan, dek pergimiki janganki dengarki ini.” Sahut senior yang lain kepada saya.” Dengan perasaan kaget saya pun melanjutkan perjalanan dan segera memasuki ruangan kelasku. Geleng kepala, apa maksud dari semua ini? Jawab saya dalam hati.
Di hari selanjutnya saya telah cukur rambut untuk kedua kalinya, tapi saya masih mendapat teguran keras dan ancaman dari senior yang lain, karena masih panjang katanya. Saya kemudian cukur lagi yang ketiga kalinya dan sampai akhirnya saya botak. Saya sangat benci dengan model rambut seperti itu karena maklum bentuk kepala saya tidak terlalu keren untuk dipandang oleh teman-teman seangkatan, khususnya teman kelas. Tapi alasan itu tidak membuat saya kuat untuk tidak mencukur rambut hingga botak. Ya ampun kenapa seperti ini system yang dipertahankan dalam sebuah instansi pendidikan, sementara ketika kita berbicara status, kita sama-sama mahasiswa yang memiliki tujuan yang sama yaitu mendapatkan dan mengenyam pendidikan yang layak dan maksimal oleh para tenaga pengajar yang ada di dalam kampus ini. dan anehnya lagi perlakuan seperti ini hampir setiap harinya. Yah tapi kita juga harus menerima budaya yang telah ada sejak beberapa tahun yang lalu.
Sampai di kemudian hari kultur baru pun saya temui, yaitu para senior sering memajaki kami, memintai kami uang dalam jumlah yang tidak sedikit dan seperti kultur yang lain, ini terjadi setiap kali kami bertemu senior. Menyurh kami membeli kopi dengan uang kami, menyuruh kami membeli rokok dll yang menjadi kebutuhan mereka. Kami sama sekali tidak dihargai dan tidak di lihat dalam kampus tersebut, diperlakukan seperti layaknya para budak yang sama sekali tidak berguna dan hanya pantas untuk di suruh-suruh.
Dan selama satu tahun kami diperlakukan seperti itu, sampai akhirnya semester baru pun tiba dan kami pun memiliki adik, saya beri nama adik karena kami bukan senior yang seperti mereka lakukan kepada kami di semester yang lalu. Kesadaran kami telah muncul karena pengalaman telah mengajari kami bahwa kultur seperti itu tidak bagus adanya, dan tidak layak untuk diterapkan, maksudku ketika saya tidak suka diperlakukan seperti senior memperlakukanku dulu, artinya adik-adik saya pun tidak suka itu dan mungkin saya tidak akan melakukan hal yang sama kepada adik saya nanti. Lantas apa bedanya saya dengan senior yang saya anggap tidak benar. Saya hanya berharap bahwa kejadian ini hanya saya yang meresakannya, tidak untuk balas dendam untuk adik saya.
Kapan habisnya kultur bobrok ini, ketika saya melanjutkannya ke adik-adik saya? Jadi mungkin pengalaman saya di perlakukan seperti itu bisa menumbuhkan rasa prihatin yang akhirnya saya dan teman seangkatan saya bisa memutus kultur itu.
Mungkin seperti itu setahun cerita saya di kampus. Sampai jumpa di cerita berikutnya kawan. Hidup mahasiswa dan hidup rakyat.

Kamis, 03 Januari 2013

KETERASINGAN


Selamat pagi wahai mentari...
Sempai  jumpa wahai malam hari...
Tuntun kami  embun pagi...
Di jalan setapak yang kulalui ini...
    
     Tertunduk kami melihat tirani diri...
     Tak lagi berkicau pertanda pagi...
      Murung kami saat ini...
      Melihat, menyapa lalu pergi...

Ketika waktu tak lagi disisi...
Akankah sanggup ku memelukmu lagi...
Di setiap aku berdiri...
Kau malah lari dari sini...

       Ahh, baiknya aku pergi dan mengasingkan diri...
       Terlelap tak peduli hari...
       Biarlah malaikat datang menghampiriku disini...
       Lalu pergi tak kembali...

Sampaikan salam kepada mereka...
Bahwa aku telah pergi kehadapan Ilahi...